Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan sedikit
mengenai kemiskinan di Indonesia. Kali ini saya akan menjelaskan permasalahan
sosial yang lain yaitu kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial tidak lepas juga
kaitannya dengan kemiskinan. Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan
ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat yang menjadikan suatu
perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok
dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi. Antara orang
kaya dan miskin sangatlah dibedakan dalam aspek apapun, orang desa yang
merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini, memang benar kalau
dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”. Adanya
ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangan yang
terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang
memandang rendah kepada golongan bawah, apalagi jika ia miskin dan juga kotor,
jangankan menolong, sekedar melihatpun mereka enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya
tempat tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-leha
tidur di hotel berbintang , banyak orang diluar sana yang kelaparan dan tidak
bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih banyak pula orang kaya sedang
asyik menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit. Disaat banyak
orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai,
namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang
memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta, dengan harga sebanyak itu
seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.
Kesenjangan
sosial yang terjadi diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
a.
Kemiskinan
Menurut
Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah,
namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang
memiliki seperangkat kondisi:
1.
Sistem ekonomi uang, buruh upah dan sistem produksi untuk keuntungan
tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak
terampil
2.
Rendahnya upah buruh
3.
Tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi
sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
4.
Sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
5.
Kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan
harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat,
serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil
ketidaksanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi
terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas,
sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari
generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan
cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis
rusak atau berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni
struktur ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan status golongan pribumi
tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku.
Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat serta sosial yang lebih
rendah, masyarakat terasing, dan warga korban yang berasal dari buruh tani yang
tidak memiliki tanah.
Menurut
Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan
mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut
memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang
realistis.
Beberapa
ciri kebudayaan kemiskinan adalah :
1.
Fatalisme,
2.
Rendahnya tingkat aspirasi,
3.
Rendahnya kemauan mengejar sasaran,
4.
Kurang melihat kemajuan pribadi ,
5.
Perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
6.
Perasaan untuk selalu gagal,
7.
Perasaan menilai diri sendiri negatif,
8.
Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
9.
Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi,
maka suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak
diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas
menengah, dengan menggunakan metode-metode psikiater kesejahteraan
sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk
secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan,
pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi
sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya kemiskinan
bukannya berasal dari kebodohan, melainkan justru berfungsi bagi penyesuaian
diri. Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang
diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu
tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi
mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu
masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh
karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu
sendiri.
b.
Lapangan Pekerjaan
Lapangan
pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat,
sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya
lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di
Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi pemerintah saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Masalah_sosial
No comments:
Post a Comment